Efek KJS, dari Mentalitas Warga Jakarta sampai Tunggakan

Written By bopuluh on Senin, 17 Desember 2012 | 19.16

JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang perawat Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Budhi Asih, Cawang, Jakarta Timur, tampak keluar dari salah satu bangsal rawat inap pasien sambil mengeluhkan sikap pengunjung rumah sakit yang berjubel di kamar pasien.

Kalau sekarang, ada yang sekadar coba-coba, ada yang penyakitnya sepele seperti pusing-pusing, ada juga yang karena ingin tahu saja, sebenarnya program ini seperti apa

-- Hamonangan Sirait

"Diberitahu bahwa jam berkunjungnya sudah selesai kok malah ngeyel," kata perawat itu sambil berlalu saat Kompas.com menyambangi rumah sakit tersebut, Senin (17/12/2012) siang.

Belasan orang memang masih berada di ruang tersebut untuk mendampingi sanak saudara mereka yang sedang dirawat. Tidak hanya menemani, suasana di ruangan tersebut cukup riuh untuk ukuran suasana di rumah sakit. Situasi serupa terlihat di lorong-lorong rumah sakit berlantai 10 itu. Pengunjung memanfaatkan lorong-lorong di dalam rumah sakit untuk bersantai tanpa mengindahkan peringatan petugas rumah sakit.

"Itu sudah pasti tak bisa dihindari. Kalau pasien menumpuk, jumlah pengunjung juga meningkat, pelanggaran peraturan dan tata tertib rumah sakit pasti terjadi," kata Hamonangan Sirait, Kepala Humas RS Budhi Asih saat dimintai konfirmasi.

Dia menjelaskan, peningkatan tersebut tidak selamanya berdampak buruk. Sisi positif yang terlihat adalah masyarakat Jakarta terlihat semakin sadar akan perawatan kesehatan. Saat ini sedikit saja gangguan kesehatan yang dialami warga sudah mendorong keinginan mereka untuk memeriksakan diri ke rumah sakit. Faktor Kartu Jakarta Sehat dan penerapan sementara berupa KTP dan Kartu Keluarga DKI Jakarta yang mendorong terjadinya perubahan.

Sayangnya, perubahan dari sisi layanan kesehatan belum diikuti perubahan atau adaptasi dari sisi mental warga Jakarta. Efeknya terlihat dalam berbagai bentuk tingkah laku di rumah sakit. Tidak hanya dalam pelanggaran ketertiban, pengabaian aturan rumah sakit, tapi juga dalam sikap menuntut secara berlebihan, permintaan layanan-layanan khusus.

"Bagaimana pun mereka adalah warga DKI, mereka adalah pemegang KTP dan KK Jakarta yang harus dilayani. Pasien adalah raja, itu kami maklumi. Tapi mind-set masyarakat juga harus diubah agar tidak berlaku semaunya," ujar Hamonangan.

Prosedur mudah telah dimanfaatkan secara keliru oleh warga. Sebagian masyarakat mampu juga telah ikut menggunakan fasilitas yang diprogramkan Pemprov DKI di bawah pimpinan Jokowi-Basuki. Berbeda dengan Kartu Gakin/Jamkesda yang menyaratkan keaktifan warga untuk memproses dan level pemerintahan terbawah memverifikasi data kependudukan, pengobatan gratis saat ini hanya mengandalkan KTP dan KK DKI serta rujukan puskesmas. Tidak keliru bila masyarakat dengan berbagai motif berupaya memanfaatkan layanan tersebut.

"Kalau sekarang, ada yang sekadar coba-coba, ada yang penyakitnya sepele seperti pusing-pusing, ada juga yang karena ingin tahu saja, sebenarnya program ini seperti apa," kata Hamonangan.

Salah Kaprah dan Tunggakan Rumah Sakit

Yang membuat masalah lebih rumit adalah setiap warga yang mendapatkan fasilitas pengobatan gratis berhak mendapatkan pelayanan di dua poliklinik. Warga yang datang ke rumah sakit benar-benar memanfaatkan kesempatan tersebut meskipun sebenarnya tidak dibutuhkan. Selain menyibukkan petugas rumah sakit, pelayanan tambahan ini pun menyebabkan kebutuhan obat meningkat.

"Kalau kesempatan di dua poliklinik dimanfaatkan, maka kebutuhan obat-obatan juga meningkat. Kami harus memberikan resep obat yang diminta walaupun mungkin mereka tidak benar-benar membutuhkan itu," kata Hamonangan.

Efek lainnya adalah membengkaknya tunggakan biaya kesehatan rumah sakit lantaran belum dicairkannya pembiayaan pasien gratis dari pemerintah. Hal tersebut terjadi pula di RSUD Budhi Asih. Namun, Hamonangan mengakui masalah ini belum sampai taraf darurat lantaran rumah sakit masih bisa mendapatkan pinjaman dari berbagai pihak.

Kemungkinan terjadinya tunggakan belum bisa diketahui pihak RSUP Fatmawati yang juga menerima pasien pengobatan gratis. Yuri Sumadi, Kepala Instalasi Pemasaran dan Humas RSUP Fatmawati menerangkan, pihaknya belum mengajukan permohonan pelunasan tagihan untuk pengobatan pasien KJS.

"Kami belum tahu karena masih dalam tahap rekap biaya. Belum sampai pengajuan. Jadi, belum diketahui apa ada masalah pencairan dana dari pemerintah soal pasien Kartu Sehat," katanya.

Yuri mengakui adanya peningkatan pasien yang terjadi di rumah sakit. Karena itu, Yuri menyarankan perbaikan skema untuk mendapatkan perawatan gratis. Pasalnya, masyarakat belum siap secara mental dan tingkah laku untuk beradaptasi dengan sistem baru yang diprogramkan pemerintah. Alhasil, masih jamak terlihat salah kaprah warga dalam memaknai kemudahan yang diperoleh.

"Masih perlu perbaikan sistem. Masyarakat pun masih beradaptasi dengan sistem baru sehingga masih dibutuhkan waktu untuk bereaksi secara normal," kata Yuri.

Baca juga :

- Jokowi : Tunggakan Utang Pemprov Bukan Akibat KJS

- Pasien KJS Membeludak dari Puskesmas hingga RSUP

- Rumah Sakit Swasta Pun Dipadati Pasien KJS

Berita terkait, baca :

100 HARI JOKOWI-BASUKI

Editor :

Hertanto Soebijoto


Anda sedang membaca artikel tentang

Efek KJS, dari Mentalitas Warga Jakarta sampai Tunggakan

Dengan url

http://civetcoffeedelicious.blogspot.com/2012/12/efek-kjs-dari-mentalitas-warga-jakarta.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Efek KJS, dari Mentalitas Warga Jakarta sampai Tunggakan

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Efek KJS, dari Mentalitas Warga Jakarta sampai Tunggakan

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger