Menebak Tujuan Setelah Periode Kedua

Written By bopuluh on Selasa, 25 Desember 2012 | 19.15

KOMPAS.com - Mungkin kita terperangah atau mungkin jengah melihat Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) blusukan menjumpai rakyatnya. Kita yang ingat janji kampanye Jokowi pasti tidak heran. Jokowi berjanji lebih banyak ke lapangan daripada membeku di balai kota.

Untuk menularkan gaya kepemimpinannya, Jokowi melantik Wali Kota dan Wakil Wali Kota Jakarta Timur, HR Krisdianto dan Husein Murad, di lapangan sepak bola Kampung Pulo Jahe di engah-tengah kampung kumuh, Kamis lalu.

Apa yang dilakukan Jokowi membuat penonton atau pembaca berita politik yang apatis tersenyum. Saya juga tersenyum. Bukan karena tempat pelantikan, tetapi karena jas hitam dengan dasi merah yang terikat di lehernya saat pelantikan. Agak janggal melihat formalitas seperti itu di panas terik. Batik pasti lebih pas dikenakan.

Lagi pula, gaya kepemimpinan Jokowi bagi saya tidak istimewa. Gaya serupa sudah lebih dahulu dipraktikkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), presiden pertama yang dipilih langsung rakyat.

Dilantik menjelang Lebaran 2004, SBY didampingi Ny Ani Yudhoyono, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, dan dua juru bicaranya, yaitu Andi Mallarangeng dan Dino Patti Jalal datang ke Terminal Kampung Rambutan. SBY masuk bus ekonomi jurusan Banjar menanyakan keluhan sopir dan penumpang.

Jika di sejumlah media kini ada liputan khusus 100 hari pemerintahan Jokowi, sejak dilantik 20 Oktober 2004, SBY sudah melakukannya dengan program 100 hari pemerintah. Perubahan yang dijanjikan saat kampanye hendak diwujudkan.

Melihat tingginya harapan rakyat dan besarnya tantangan, SBY berpidato untuk mengatakan, program 100 hari bukan dan tidak untuk menyelesaikan semua masalah. Seratus hari tidak bisa jadi ukuran karena waktu yang diberikan lima tahun. Pidato khusus disiapkan menyambut sebulan pemerintahannya di Istana Negara.

Saat harga minyak mentah dunia meroket dan harga kebutuhan tak terkendali, SBY blusukan ke pasar, terminal, dan warung pinggir jalan di Karawang, Jawa Barat, 2 Maret 2005. Tiba di Pos Dinas Perhubungan di terminal Tanjungpura, Karawang, kosong tak ada satu pun petugas. SBY tetap jalan dan berhenti di tepi jalan. Warung kecil dihampiri. Kerupuk seplatik Rp 1.000 dibeli setelah dialog saat masih pagi.

Kisah sejenis banyak dijumpai di periode pertama pemerintahan SBY. Tak pernah surut juga saat libur atau hari raya. Menjelaskan apa yang dilakukan SBY, Andi sebagai juru bicara kerap mengatakan, "the state that never sleeps" hendak diberi kaki alias diwujudkan.

Saat banjir mengancam warga Jakarta dan penghuni Istana, SBY mengecek Katulampa dari Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta. Inisial Romeo India Satu dipakai saat langsung menyapa petugas di Katulampa. Petugas gugup menjawab karena kaget tak menduga-duga.

Tetapi sekali lagi, itu periode pertama. Di periode kedua tidak terlihat kisah-kisah serupa. Tujuan mungkin sudah berbeda.

Namun, ada baiknya juga kisah-kisah ini mereda di periode kedua. Karena mereda, Jokowi kini terlihat istimewa.

Padahal..., ah, sudahlah. Kita memang mudah lupa dan gemar mengalihdayakan daya ingat pada google. (Wisnu Nugroho)

Editor :

Inggried Dwi Wedhaswary


Anda sedang membaca artikel tentang

Menebak Tujuan Setelah Periode Kedua

Dengan url

http://civetcoffeedelicious.blogspot.com/2012/12/menebak-tujuan-setelah-periode-kedua.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Menebak Tujuan Setelah Periode Kedua

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Menebak Tujuan Setelah Periode Kedua

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger