Saling Ngotot Eksekusi Susno, Potret Carut Marut Hukum Indonesia

Written By bopuluh on Rabu, 24 April 2013 | 20.15

JAKARTA, KOMPAS.com - Penolakan mati-matian Susno Duadji untuk menjalani hukuman setelah permohonan kasasinya ditolak Mahkamah Agung pada 22 November 2012, mengundang perdebatan hukum. Argumentasi yang disodorkan Susno dan tim pengacaranya maupun tim kejaksaan, sama-sama sahih. Kasus ini disebut sebagai cermin nyata banyaknya penyimpangan penerapan hukum, justru oleh para aparat penegak hukum.

"Ini adalah carut-marut hukum dan praktik hukum yang menyimpang tapi dianggap biasa," ujar Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada, Eddy OS Hiariej, saat dihubungi, Kamis (25/4/2013). Dia menegaskan argumentasi kedua belah pihak terkait kasus Susno memang memiliki payung hukum dan sudah menjadi kelaziman dalam praktik hukum di Indonesia.

Sayangnya, tambah Eddy, justru beragam 'penyimpangan' karena sudah larut dalam 'kebiasaan' praktik hukum justru paling kerap dilakukan Mahkamah Agung, sebagai pengadilan tertinggi dalam sistem hukum Indonesia. Semua carut-marut tersebut muncul dari kebiasaan praktik hukum, yang sebaliknya juga dipahami bahwa pengabaian atas beragam prosedur hukum yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak terancam sanksi apapun.

"Di KUHAP ada yang namanya lex imperfecta, yaitu aturan hukum yang tidak menyertakan sanksi bila tidak dilaksanakan," papar Edy. Dia mengatakan banyak vonis yang sama dengan kasus Susno dan benar-benar tidak dieksekusi. Sebaliknya, ada pula kasus serupa, tetapi terpidananya tetap menjalani hukuman. Kejaksaan memang bertugas mengeksekusi putusan hukum, tetapi pada praktiknya ketika tak melakukan eksekusi pun tak ada sanksi yang bisa dikenakan, yang sayangnya sering terjadi di Indonesia.

"Kasus Susno ini kan karena orangnya (populer)," kata Eddy. Pasal lex imperfecta banyak bertebaran di beragam peraturan perundangan, termasuk dalam setiap tahap penanganan perkara pidana, baik di tingkat penyidik, penuntut, maupun kehakiman.

Sebagai contoh paling baru, Eddy menyebutkan saat ini pengacara Anand Krishna tengah mengajukan gugatan praperadilan atas eksekusi Anand. Putusan terakhir Anand mencantumkan lamanya waktu hukuman yang harus dijalani tetapi tidak ada kalimat perintah penahanan.

Semua kasus-kasus putusan 'batal demi hukum' karena kesalahan dalam penulisan amar putusan, menurut Eddy, hadir sebelum ada putusan Mahkamah Konstitusi pada 22 November 2012 yang membatalkan ketentuan Pasal 197 ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Semula, ayat ini menjadi dalil bahwa putusan tanpa menyertakan sederet pernyataan termasuk soal perintah penahanan sebagaimana diatur pasal 197 ayat 1 KUHP adalah batal demi hukum. Dengan putusan MK ini, putusan tak selalu mencantumkan perintah penahanan dan lama penahanan di dalam amarnya.

Susno gagal dieksekusi

Susno Duadji, terpidana kasus korupsi yang telah ditolak permohonan kasasinya, mati-matian menolak eksekusi. Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia ini pun tak sungkan meminta perlindungan pada Polda Jawa Barat agar jaksa tak bisa mengeksekusinya, Rabu (24/4/2013).

"Pak Susno menghubungi pada saat kejaksaan datang ke sana. Tentu kami akan melindungi. Dia bilang, Pak Kapolda, tolong lindungi saya," aku Kapolda Jawa Barat Irjen Tubagus Anis Angkawijaya, Rabu (24/4/2013) malam. Atas permintaan itu, Polda Jabar pun mengirimkan satu kompi pasukan ke rumah Susno, yang tiba sekitar pukul 15.00 WIB.

Dalih pengiriman pasukan ini adalah mengantisipasi keamanan. Apalagi, ujar Anis, saat itu telah berkumpul puluhan anggota Satgas Partai Bulan Bintang (PBB) Brigade Hizbullah untuk menghalangi eksekusi Susno. Kapolda Jabar ini pun mengatakan, menjadi kewajiban kepolisian untuk memberikan perlindungan bila ada warga negara yang meminta perlindungan tersebut.

Anis membantah perlindungan tersebut adalah upaya menghalangi penegakan hukum, dalam hal ini pelaksanaan eksekusi Susno Duadji. Tak cukup meminta perlindungan dari kepolisian daerah yang pernah dikomandaninya, Susno pun menghubungi Ketua Dewan Syuro PBB Yusril Ihza Mahendra.

Mahkamah Agung menolak pengajuan kasasi Susno, 22 November 2012. Meski tidak tercantum vonis hukuman yang harus dijalani dalam amar kasasi tersebut, penolakan atas permohonan kasasi berarti mengembalikan vonis yang harus dijalani Susno berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Susno divonis hukuman penjara tiga tahun dan enam bulan. Hakim menilai Susno terbukti bersalah dalam kasus korupsi PT Salmah Arowana Lestari dan korupsi dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008.

Sebelum upaya paksa eksekusi kejaksaan yang gagal ini, Susno sudah tiga kali tak memenuhi panggilan eksekusi Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Dia bersikukuh menyatakan tidak dapat dieksekusi dengan berbagai alasan.

Alasan pertama penolakan eksekusi itu adalah ketiadaan pencantuman perintah penahanan dalam putusan kasasi MA. Susno berkilah MA hanya menyatakan menolak permohonan kasasi dan membebankan biaya perkara Rp 2.500.

Sedangkan alasan kedua penolakan eksekusi adalah penilaian bahwa putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta cacat hukum. Penilaian itu merujuk pada kesalahan penulisan nomor putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam amar putusan banding.

Dengan kedua argumen itu, Susno menganggap kasusnya telah selesai. Dia pun bersikukuh menolak eksekusi.

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: Eksekusi Susno Duadji

Editor :

Palupi Annisa Auliani


Anda sedang membaca artikel tentang

Saling Ngotot Eksekusi Susno, Potret Carut Marut Hukum Indonesia

Dengan url

http://civetcoffeedelicious.blogspot.com/2013/04/saling-ngotot-eksekusi-susno-potret.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Saling Ngotot Eksekusi Susno, Potret Carut Marut Hukum Indonesia

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Saling Ngotot Eksekusi Susno, Potret Carut Marut Hukum Indonesia

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger